Full Asuhan Keperawatan

http://fullasuhankeperawatan.blogspot.com/.

Full Asuhan Keperawatan

http://fullasuhankeperawatan.blogspot.com/ .

Full Asuhan Keperawatan

http://fullasuhankeperawatan.blogspot.com/ .

Full Asuhan Keperawatan

http://fullasuhankeperawatan.blogspot.com/.

Full Asuhan Keperawatan

http://fullasuhankeperawatan.blogspot.com/.

Rabu, 30 November 2011

Demam Chikungunya

Penyakit yang disebabkan virus chikungunya juga penyebarannya melalui nyamuk, antara lain Aedes Aegypti. Perbedaannya dari DBDadalah chikungunya tidak menimbulkan perdarahan hebat, syok dan kematian. Gejala utama penyakit chikungunyaadalah tiba – tiba tubuh terasa demam diikuti dengan nyeri / linu dipersendian. bahkan, salah satu gejala yang khas adalah timbul rasa pegal – pegal, ngilu, juga timbul rasa sakit pada tulang dan sendi dan bisa menimbulkan kelumpuhan sementara sehingga, penyakit ini juga disebut demam tulang.

Virus ini menyerang semua umur baik anak – anak maupun dewasa didaerah endemis. Pada Anak kecil dimulai dengan demam mendadak, kulit kemerahan serta sering disertai gejala flu. Bahkan ada anak dijumpai dengan demam tinggi yang mengakibatkan kejang demam. Pada anak yang lebih besar dan orang dewasa, demam diikuti rasa sdakit pada otot dan sendi sehingga sulit untuk berjalan dan pembesara kelenjar getah bening. Mual dan muntah juga bisa menyertai. Demam ini biasanya hanya 3 hari tanpa perdarahan

Langkah Pengobatan
Masa inkubasi 2 – 4 hari dan manifestasi penyakit berlangsung 3 – 10 hari. Virus ini termasuk self limiting disease alias hilang dengan sendirinya. Jadi, usahakan jangan panik jika anggota keluarga mengalami penyakit ini karena tidak sampai menimbulkan kematian. Tapi rasa nyeri masih akan tertinggal dalam hitungan minggu sampai bulan. Dan harus waspada pada anak yang punya riwayat kejang demam.

Tidak ada vaksin atau obat khusus untuk penyakit ini . Cukup minum obat penurun panas dan penghilang nyeri serta istirahat dan asupan makan dan minum bergizi yang cukup. Untuk anak berikan obat penurun panas dan kompres untuk antisipasi demam tinggi yang mengakibatkan kejang demam.  Dokter biasanya memberikan golongan obat penurun panas / flu dan analgesik serta vitamin penguat daya tahan tubuh. Perbanyak air putih, asupan karbohidrat dan protein, makan buah -buahan segar terutama setelah melewati lima hari demam untuk memulihkan kondisi seperti semula.

Pencegahan
Karena penyakit chikungunya ini vektornya sama dengan penyakit DBD maka prinsip dasar pencegahannya  juga sama dengan pencegahan pada penyakit DBD.
Beberapa rekomendasi pencegahan yang efektif sebagai berikut :
  1. Tetap laksanakan 3M Plus.
  2. Cegah dengan Kentongan.
  3. Cari Informasi yang benar mengenai penyakit ini.
  4. Tetaplah menjaga kebersihan satu Desa atau kampung.
  5. Tanam tanaman yang dapat mengusir nyamuk
  6. Yang paling ampuh adalah lindungi diri anda dari gigitan nyamuk.


8 Tanda Diabetes yang Jarang Diketahui

img

Jakarta, Indikator diabetes atau kencing manis biasanya terlihat dari gejala yang berhubungan dengan kadar gula darah seperti banyak kencing, banyak minum dan banyak makan. Tapi ada lagi beberapa indikator diabetes yang cukup mengejutkan.

Banyak orang yang terkadang tidak menyadari bahwa dirinya mengalamipenyakit kencing manis atau diabetes mellitus, karena memang gejala diabetes terkadang tidak disadari.

Dilansir USNews, Senin (25/10/2010), berikut 8 indikator diabetes yang tidak disadari dan mengejutkan:

1. Ukuran payudara yang besar
Menurut penelitian yang telah diterbitkan pada Canadian Medical Association Journal, perempuan dengan ukuran bra D atau lebih pada usia 20 tahun, 5 kali lebih mungkin mengembangkan diabetes tipe 2 (karena gaya hidup). Hal ini karena ukuran payudara adalah faktor yang signifikan dari indeks massa tubuh (BMI).

2. Warna alis
Bila sebagian rambut di tubuh Anda sudah mulai beruban tetapi warna alis tetap gelap, maka Anda harus segera memeriksa kadar glukosa darah. Hal ini karena diabetes dapat menghambat proses rambut alis yang mulai memutih.

3. Bulan kelahiran
Penelitian baru yang telah dipublikasikan dalam American Diabetes Association, menunjukkan bahwa bulan kelahiran memainkan peran dalam perkembangan diabetes tipe 1. Hasil penelitian menunjukkan bahwa bayi yang lahir di musim semi lebih mungkin mengembangkan diabetes tipe 1. Penyebab pastinya belum diketahui, tetapi peneliti menduga hal ini karena diet ibu atau paparan radiasi matahari.

4. Gangguan pendengaran
Sebaiknya Anda jangan mengabaikan gangguan pada indera pendengaran, karena gangguan pendengaran sekarang telah dikaitkan dengan komplikasi diabetes. Orang dengan diabetes 2 kali lebih mungkin mengalami gangguan pendengaran.

5. Kaki pendek
Studi di Johns Hopkins University menemukan bahwa laki-laki dengan kaki pendek lebih cenderung mengembangkan diabetes tipe 2 dibandingkan laki-laki berkaki panjang. Ini tidak berarti bahwa tinggi berdampak pada risiko diabetes, tapi rasio panjang kaki. Temuan ini mengisyaratkan sesuatu yang lebih dalam antara risiko diabetes dan perkembangan janin.

6. Kerusakan gigi
Menurut Harvard Schools of Public Health and Dental Medicine, orang yang memiliki penyakit periodontal atau kehilangan gigi akan meningkatkan risiko untuk diabetes. Studi tersebut menemukan bahwa orang yang kehilangan gigi meningkatkan risiko diabetes untuk kedua jenis kelamin sebesar 14-29 persen, sedangkan penyakit periodontal dianggap sebagai komplikasi diabetes.

7. Rambut rontok
Penderita diabetes dengan aterosklerosis mungkin juga mengalami rambut rontok atau rambut menipis. Hal ini terjadi karena ada penebalan dinding pembuluh darah arteri yang sempit ke seluruh tubuh, termasuk kulit. Pembuluh darah sempit berarti oksigen kurang, yang menyebabkan gejala seperti kehilangan rambut dan kulit mengkilap dan menebal. Rambut rontok tidak hanya terbatas pada satu area tertentu dari tubuh.

8. Paparan pestisida
Berdasarkan Agricultural Health Study, petani yang sering terpapar pestisida dapat meningkatkan risiko diabetes, mengingat paparan jangka panjang pestisida dan herbisida telah ditemukan dapat meningkatkan risiko diabetes. 

Jarang Kemasukan Sperma, Wanita Berisiko Hamil Preeklampsia

Jakarta, Preeklampsia menduduki peringkat kedua penyebab kematian ibu melahirkan di Indonesia. Dan salah satu faktor risiko terjadinya preeklampsia adalah jarang terpapar sperma.

Preeklampsia atau toksemia adalah penyakittekanan darah tinggi (hipertensi) pada kehamilan yang disertai adanya protein di urine setelah kehamilan 20 minggu (5 bulan). Preeklampsia yang disertai kejang disebut eklampsia.

"Salah satu faktor risiko terjadinya preeklampsia pada ibu hamil adalah jarangnya terpapar sperma," jelas Dr Med Damar Prasmusinto, SpOG (K), dari Divisi Fetometernal Departemen Obstetri Ginekologi FKUI/RSCM, dalam acara Seminar 4th Emergency Fair and Festival 2010 di Auditorium FKUI, Jakarta, Sabtu (30/10/2010).

Menurut Dr Damar, maksud dari jarang terpapar sperma disini adalah pasangan yang pada awal pernikahan memutuskan untuk kontrasepsi barrier (menggunakan kondom), pertama kali menjadi ayah dan sperma berasal dari orang lain (donor insemnasi).

"Hal ini disebabkan karena faktor imunologi. Jadi ada ketidaksesuain antara gen ibu dan ayah, sehingga ketika si ibu hamil terjadi penolakan gen ayah. Inilah yang menjadi faktor risikonya," jelas Dr Damar lebih lanjut.

Dr Damar menjelaskan, pada saat plasenta masih berada di rahim maka terjadi pembentukan pembuluh darah baru. Pada ibu hamil dengan tekanan darah normal, maka pembuluh darah akan lebar.

Namun, ketika terjadi penolakan gen, maka pembuluh darah baru tersebut akan sempit dan tekanannya menjadi tinggi.

Tekanan yang tinggi ini menyebabkan kerusakan endotel (dinding pembuluh darah), yang akhirnya tidak hanya menyebabkan tekanan darah tinggi di plasenta, tetapi juga pada pembuluh darah di seluruh tubuh yang menyebabkan hipertensi.

Selain jarang terpapar sperma, faktor risiko yang paling sering terjadi adalah sebagai berikut:
  1. Kehamilan pertama
  2. Pernah terjadi preeklampsia pada kehamilan sebelumnya
  3. Kehamilan lebih dari 10 tahun dari kehamilan sebelumnya
  4. Usia saat hamil kurang dari 20 tahun atau lebih dari 40 tahun
  5. Terlahir dengan pertumbuhan janin terhambat
  6. Riwayat preeklampsia di keluarga (khususnya ibu atau saudara perempuan)
  7. Indeks massa tubuh diatas 35
  8. Sebelum hamil pernah mengalami hipertensi kronis, migrain, diabetes, penyakit
  9. ginjal, maupun rheumatoid arthritis.
  10. Kehamilan kembar
  11. Donasi sel telur
  12. Infeksi saluran kemih
  13. Kelainan janin

Menurut Dr Damar, tekanan darah tinggi selama kehamilan dapat berdampak bagi ibu dan anak, yaitu:

Pada ibu
  1. Jangka pendek menyebabkan sindrom HELLP (adanya hemolisis, peningkatan enzim hepar, disfungsi hepar), edema pulmonium dan eklampsia.
  2. Jangka panjang menyebabkan penyakit kardiovaskular, gagal ginjal kronik dan Dibetes Mellitus tipe 2.

Pada bayi
  1. Cerebral palsy
  2. Dibetes Mellitus tipe 2
  3. Penyakit kardiovaskular
  4. Obesitas
  5. PCO (Polycistic Ovarium)
  6. Teratozoospermia (bentuk sperma tidak normal)

Selain faktor imunologi, kehamilan preeklampsia juga disebabkan karena faktor genetik (keturunan) dan pendarahan, sehingga besar kemungkinan kondisi ini menurun di dalam keluarga.

Tapi untuk mencegahnya, ada beberapa upaya pencegahan yang dapat dilakukan sebelum dan saat kehamilan, yaitu mengoptimalkan status nutrisi, antara lain:
  1. Multivitamin dan mineral, protein dan karbohidrat bervariasi
  2. Atasi infeksi seperti sakit gigi, infeksi saluran kemih dan keputihan.
  3. Upayakan berat badan ideal
  4. Olahraga teratur


Manfaat Pembeian Zinc Pada Penderita Diare


Diare masih merupakan salah satu penyebab utama kesakitan dan kematian di Negara berkembang. Di dunia diperkirakan 2 juta anak meninggal karena penyakit diare setiap tahunnya. Di Indonesia sendiri angka penyakit diare terus meningkat, hasil survei morbiditas yang dilakukan oleh Depkes padatahun 2003 menunjukkan angka kesakitan adalah 374/1000 penduduk dan tahun 2006 menjadi 423/1000 penduduk.
Adalah zinc yang merupakan salah satu zat gizi mikro yang penting untuk pertumbuhan dan kesehatan anak. Komposisi dan jumlah zinc menurun dalam jumlah besar bila anak terserang diare. Nah, untuk menggantikanzinc yang hilang selama diare. Anak dapat di berikan tablet zinc untuk menjaga agar anak tetap sehat. Zinc biasa disebut dengan Seng adalah mikronutrien esensial, artinya walaupun dibutuhkan tubuh hanya dalam jumlah yang sedikit tetapi zinc sangat berperan penting bagi normalnya fungsi tubuh.
Ikatan dokter Anak Indonesia dan WHO serta UNICEFmerekomendasikanbahwa untuk tatalaksana diare saat ini dengan menggunakan oralit konsentrasi rendah dan pemberian zinc sebagai obat selama 10 – 14 hari.
Mengapa zinc diberikan pada penderita diare ?. Atas dasar penelitian yang menunjukkan bahwa zinc dapat menurunkan lamanya diare ( 20 % ), menurunkan frekuensi defekasi ( 18 % – 59 % ) dan menurunkan kejadiandiare dalam 2- 3 bulan ke depan. Pembeerian zinc di maksudkan untuk menunjang penyatuan mukosa yang berhubungan denga proses fisiologi saluran cerna serta komponen penting dalam struktur dan fungsi membran sel yang berfungsi memperbaiki proses epitelisasi karena padasaat diare terjadi kerusakan mukosa usus yang disebabkan adanya gannguan mukosa usus yang dipengaruhi oleh sistem kekebalan saluran cerna.
Lalu bagaimana dosisnya :
Zinc diberikan selama 10 hari penuh walaupun diare telah berhenti dengan dosis, anak usia kurang dari 6 bulan diberikan 10 mg dan anak usia lebih dari 6 bulan diberikan 20 mg. untuk bayi, tablet zinc dapat dilarutkan dengan air matang, ASI atau Oralit. Untuk anak-anak yang lebih besar, zinc dapat dikunyah atau dilarutkan dalam air matang.
Pemberian zinc tidak boleh bersamaan dengan Fe karena akan terjadi kompetisi dalam sistem penyerapan keduanya. 

ASUHAN KEPERAWATAN DIFTERI

A. Definisi
Difteri adalah penyakit infeksi akut yang disebabkan oleh corynebacterium diphteriae yang berasal dari membran mukosa hidung dari nasofaring, kulit, dan lesi lain dari orang yang terinfeksi.

B. Etiologi
Coynebacteriunt diphteriae, bakteri berbentuk batang gram positif

C. Epidemiologi
Penularan umumnya melalui udara, berupa infeksi droplet, selain itu dapat pula melalui benda atau makanan yang terkontaminasi

D. Patofsiologi
- Kuman berkembang biak pada saluran nafas atas, dan dapat juga pada vulva, kulit, mata, walaupun jarang terjadi.
- Kuman membentuk pseudomembran dan melepaskan eksotoksin. Pseudo membran timbul lokal dan menjalar dari faring, laring dan saluran nafas atas. Kelenjar getah bening akan tampak membengkak dan mengandung toksin.
- Eksotoksin bila mengenai otot jantung akan mengakibatkan terjadinya miokarditis dan timbul miriasis otot-otot pernafasan bila mengenai jaringan saraf.
- Sumbatan pada jalan nafas sering terjadi akibat dari pseudo membran pada laring dan trakea dan dapat menyebabkan kondisi yang fatal.


E. Klasifikasi
Biasanya pembagian dibuat menurut tampat atau lokalisasi jaringan yang terkena infeksi. Pembagian berdasarkan berat ringannya penyakit juga diajukan oleh Beach, dkk (1950) sebagai berikut:
a. Infeksi ringan
Pseudomembran terbatas pada mukosa hidung atau fausial dengan gejalahanya nyeri menelan.
b. Infeksi sedang
Pseudomembran menyebar luas sampai ke dinding posterior faring dengan edema ringan laring yang dapat diatasi dengan pengobatan konservatif
c. Infeksi berat
Disertai gejala sumbatan jalan nafas yg berat, yg hanya dapat diatasi dengan trekeostomi. Juga gejala komplikasi miokarditis, paralisis atau pun nefritis dapat menyertai.

F. Gejala Klinis
Masa tunas 3-7 hari khas adanya pseudo membran, selanjutnya gejala klinis dapat dibagi dalam gejala umum dan gejala akibat eksotoksin pada jaringan yang terkena.
Gejala umum yang timbul berupa demam tidak terlalu tinggi lesu, pucat ntyeri kepala dan anoreksia sehingga tampak penderita sangat lemah sekali Gejala ini biasanya disertai dengan gejala khas untuk setiap bagian yang terkerta seperti pilek atau nyeri menelan atau sesak nafas dengan serak dan stridor, sedangkan gejala akibat eksotoksin bergantung kepada jaringan yang terkena seperti miokarditis paralisis jaringan Saraf atau nefritis .

1. Difteria hidung
Gejalanya paling ringan dan jarang terdapai (hanya 2%). Mula-mula hanya tam-pak pilek, tetapi kemudian sekret yang ke luar tercampur darah sedikit yang ber-asal dari pseudomembran. Penyebaran pseudomembran dapat pula mencapai fa¬ring dan laring. Perderita diabati seperti penderita difteria lainnya.
2. Difteria faring don tonsil (difteria fausial)
Paling sering dijumpai (± 75%). Gejala mungkin tingar. Hanya berupa radang pada selaput lendir dan tidak membentuk pseudomembran sedangkan diagnosis dapat dibuat atas dasar hasil biakart yang positif. Dapat sembuh sendiri dan memberikan imunitas pada penderita. Pada penyakit yang lebih berat, mulainya seperti radang akut tenggorok dergan suahu yang ti¬dak terlalu tinggi, dapat ditemukan pseudomembran yang mula-mula hanya be¬rapa bercak putih keabu-abuan yang cepat meluas ke nasofaring atau ke laring, nafas berbau dan timbul pembengkakan kelenjar regional sehilgga leher tampak seperti leher sapi (bull neck). Brennernan dan Mc Quarne (1956) meryatakan bahwa setiap bercak keputihan di luar tonsil dapat dianggap sebagai difteria, se¬dangkan Herdarshee menegaskan lebih lanjut bahwa setiap membran yang me¬nutupi dinding posterior faring atau menutupi seluruh permukaan tonsil baik satu maupun kedua sisi dapat dianggap sebagai difteria.
Dapat terjadi salah menelan dan suara serak serta stridor inspirasi walaupun be-lum terjadi sumbatan taring. Hal ini disebabkan oleh paresis palatum mole. Pada pemeriksaan darah dapat terjadi penurunan kadar haemoglobin dan leukositosis, polimorfonukleus, penurunan jumlah eritrosit dan kadar albumi, sedangkan pada urin mungkin dapat ditemukan albuminuria ringan.

3. Diftheria laring dan trakhea
Lebih sering sebagai penjalaran difteria faring dart tonsil (3 kali lebih banyak) daripada primer mengenai laring. Gejala gangguan jalan nafas berupa suara serak dan stridor inspirasi jelas dan bila lebih berat dapat timbul sesak nafas hebat, sia-nosis dan tampak retraksi suprastemal serta epigastrium Pembesaran ketenjar regional akan menyebabkan bull neck. Pada pemeriksaan laring tampak kemera-han, sembab, banyak sekret dan permukaan ditutupi oteh pseudomembran. Bila anak terlihat sesak dan payah sekali maka harus segera ditolong dengan tindakan trakeostomi sebagai pertolongan pertama.

4. Difteria faeraneus
Merupakan keadaan yang sangat jarang sekali terdapat. Tan Eng Tie(1965) men-dapatkan 30% infeksi kulit yang diperiksanya mengandung kuman difteria. Da-pat pula timbul di daerah konjungtiva, vagina dan umbilikus.

G. Komplikasi
a. Saluran pernafasan
Obstruksi jalan nafas dengan segala bronkopneumonia atelaktasis
b. Kardiovaskuler
Miokarditis akibat toksin yang dibentuk kuman penyakit ini.
c. Urogenital
Dapat terjadi nefritis
d. Susunan saraf
Kira-kira 10% penderita difteria akan mengalami kompikasi yang mengenai sistem susunan saraf terutama sistem motorik.
Paralisis/parese dapat berupa:
a. Palisis/paresis palatum mole sehingga terjadi rinolalia, kesukaran menelan Sifatnya reversible dan terjadi pada minggu kesatu dan kedua
b. Paralisis/paresis otot otot mata; sehingga dapat mengakibatkan strabismus gangguan akomodasi, dilatasi pupil atau ptosis, yang timbuI setelah minggu ketiga.
c. Paralisis umum yang dapat timbul setelah minggu keempat. Kelainan dapat mengenai otot muka, leher anggota gerak dan yang paling berbahaya bila mengenai otot pernafasan.





H. Prognosis
Nelson berpendapat kematian penderita difteria sebesar 3 - 5% dan sangat bergantung kepada:
a. Umur penderita, karena makin muda umetr anak prognosis makin buruk.
b. Perjalanan penyakit, karena makin lanjut makin buruk prognosisnya.
c. Letak lesi difteria
d. Keadaan umum penderita, misalnya prognosis kurang baik pada penderita gizi kurang.
e. Pengobatan. Makin lambat pemberian antitoksin, prognosis akan makin bu¬ruk.

I. Pencegahan
1. lsolasi penderita.
Penderita difteria harus diisolasi dan baru dapat dipuiangkan setelah pemeriksaan sediaan langsung menunjukkan tidak terdapat lagi C. diphtheriae 2 kali berturut-turut.
2. Imunisasi
3. Pencarian dan kemudian mengobati karier difteria. Dilakukan dengan uji Schick. yaitu bila hasil uji negatif (mungkin penderita karier atau pernah mendapat imunisasi), maka hmvs diiakukan hapusan tenggorok. Jika ter¬nyata ditemukan C. diphtheriae, penderita harus diobati dan bila perlu dila¬kukan tonsilektomi:

J. Penatalaksanan Teraupetik
1. Pengobatan Umum
Terdiri dari perwatan yang baik, istirahat mutlak di tempat tidur, isolasi penderita dan pengawasan yang ketat atas kemungkinan timbulnya komplikasi antara lain pemeriksaan EKG tiap minggu.
2. Pengobatan Spesifik
a. Anti Diphtheria Serum (ADS) diberikan sebanyak 20.000 U/hari selama 2 hari berturut-turut dengan sebelumnya dilakukan uji kulit dan mata Bila ternyata penderita peka terhadap serum tersebut, maka harus dilakukan desensitisasi dengan cara Besredka
b. Antibiotika diberikan penisilin prokain 50.000 U/kgbb/hari sampai 3 hari bebas panas. Pada penderita yang diiakukan trakeostomi, ditambahkan kloram¬fenikol 75 mm/kgbb/hari, dibagi 4 dosis.
c. Kortikosteroid. Obit ini dimaksudkan untuk mencegah timbulnya komplikasi miokarditis yang sangat berbahaya. Dapat diberikan prednison 2 mg/kkbbb/hari selama 3 minggu yang kemudian dihentikan secara bertahap

Penderita difteria dirawat selama 3 - 4 rninggu. Bila terdapat sumbatan jalan nafas harus dipertimbangkan tindakan trakeostomi, karena tindakan ini pada difteri laring dengan sumbatan jalan nafas akan menyelamatkan jiwa penderita Perawatan pasca-trakeostomi juga memegang peranan penting seperti pengisapan lendir secara berhati-hati dan teratur sebab pengisapan lendir secara sembrono dapat menimbulkan refleks vagal yang dapat menyebabkan kematian. Intubasi trakea juga dapat dipakai untuk menolong penderita yang mengalami sumbatan jalan nafas dan dapat dilakukan oleh dokter umum.
Bila ada komplikasi paralisis/paresis otot, dapat diberikan sriknin ¼ mg dan vitaminmin B1 100 mg setiap hari seiama 10 hari berturut-turut.

K. Penatalaksanaan Perawatan
1. Pengkajian
- Riwayat keperawatan; riwayat terkena penyakit infeksi, status inimunisasi
- Kaji tanda tanda yang terjadi pada nasal, tonsil/faring, dan laring
- Lihat dari manfestasi klinis berdasarkan alur patofisiologi

2. Diagnosa Keperawatan
a. Tidak efektif bersihan jalan nafas berhubungan dengan obstruksi pada jalan nafas.
b. Resiko penyebarluasan. infeksi berhubungan. dengan organisme virulen
c. Resiko kurangnya volume cairan berhubungan dengan proses penyakit (metabolisme meningkat, intake cairan menurun)
d. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake nutrisi yang kurang.

3. Perencanaan
a. Anak akan menunjukkan tanda tanda jalan nafas efektif
b. Penyebarluasan infeksi tidak terjadi
c. Anak menunjukkan tanda tanda kebutuhan nutrisi terpenuhi
d. Anak akan mempertamankan keseimbangan cairan.

4. Implementasi
a. Meningkatkan jalan nafas efektif
- Kaji status pernafasan observasi irama dan bunyi pernafasan.
- Atur posisi kepala dengan posisi ekstensi
- Suction jalan nafas jika terdapat sumbatan
- Berikan oksigen sebelum dan setelah dilakukan suction
- Lakukan fisioterapi dada
- Persiapkan anak untuk dilakukan trakeostomi
- Lakukan pemeriksaan analisa gas darah
- Lakukan intubasi jika ada indikasi
b. Perluasan infeksi tidak terjadi
- Tempatkan anak pada ruang khusus
- Pertahankan isolasi yang ketat di rumah sakit
- Gunakan prosedur perlindungan infeksi jika melakukan kontak dengan anak
- Berikan antibiotik sesuai order
c. Kekurangan volume cairan tidak terjadi
- Memonitor intake output secara tepat, pertahankan intake cairan dan elektrolit yang tepat
- Kaji adanya tanda tanda dehidrasi (membran mukosa kering, turgor, kulit kurang, produksi urin menurun, frekuensi denyut jantung dan pernafasan. meningkat, tekanan darah menurun, fontanel cekung).
- Kolaborasi untuk pernberian cairan parenteral jika pemberian cairan melalui oral tidak memungkinkan.
d. Meningkatkan kebutuhan nutrisi
- Kaji ketidakmampuan anak untuk makan
- Memasang NGT untuk memenuhi kebutuhan nutrisi anak
- Kolaborasi untuk pemberian nutrisi parenteral
- Menilai indikator terpenuhinya kebutuhan nutrisi (berat badan, lingkar lenga, memberan mukosa) yang adekuat.

5. Perencanaan Pemulangan
- Jelaskan terapi yang diberikan : dosis, efek samping
- Melakukan prosedur immunisasi jika immunisasi belum lengkap sesuai dengan prosedur
- Menekankan pentingnya kontrol ulang sesuai jadwal
- Informasikan jika terdapat tanda-tanda bahaya terjadinya kekambuhan.

DAFTAR PUSTAKA


Supriadi, 2004, Asuhan Keperawatan Anak, Jakarta: Sagung Seto
Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak, 2005, IlmU Kesehatan Anak, Jakarta: FKUI. 


ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN HIV-AIDS

Konsep Dasar
I. Pengertian
AIDS adalah sindroma yang menunjukkan defisiensi imun seluler pada seseorang tanpa adanya penyebab yang diketahui untuk dapat menerangkan tejadinya defisiensi, tersebut seperti keganasan, obat-obat supresi imun, penyakit infeksi yang sudah dikenal dan sebagainya.
II. Etiologi
Penyebab adalah golongan virus retro yang disebut human immunodeficiency virus (HIV). HIV pertama kali ditemukan pada tahun 1983 sebagai retrovirus dan disebut HIV-1. Pada tahun 1986 di Afrika ditemukan lagi retrovirus baru yang diberi nama HIV-2. HIV-2 dianggap sebagai virus kurang pathogen dibandingkaan dengan HIV-1. Maka untuk memudahkan keduanya disebut HIV.
Transmisi infeksi HIV dan AIDS terdiri dari lima fase yaitu :
1. Periode jendela. Lamanya 4 minggu sampai 6 bulan setelah infeksi. Tidak ada gejala.
2. Fase infeksi HIV primer akut. Lamanya 1-2 minggu dengan gejala flu likes illness.
3. Infeksi asimtomatik. Lamanya 1-15 atau lebih tahun dengan gejala tidak ada.
4. Supresi imun simtomatik. Diatas 3 tahun dengan gejala demam, keringat malam hari, B menurun, diare, neuropati, lemah, rash, limfadenopati, lesi mulut.
5. AIDS. Lamanya bervariasi antara 1-5 tahun dari kondisi AIDS pertama kali ditegakkan. Didapatkan infeksi oportunis berat dan tumor pada berbagai system tubuh, dan manifestasi neurologist.
AIDS dapat menyerang semua golongan umur, termasuk bayi, pria maupun wanita. Yang termasuk kelompok resiko tinggi adalah :
1. Lelaki homoseksual atau biseks. 5. Bayi dari ibu/bapak terinfeksi.
2. Orang yang ketagian obat intravena
3. Partner seks dari penderita AIDS
4. Penerima darah atau produk darah (transfusi).
IV. Pemeriksaan Diagnostik
1. Tes untuk diagnosa infeksi HIV :
- ELISA
- Western blot
- P24 antigen test
- Kultur HIV
2. Tes untuk deteksi gangguan system imun.
- Hematokrit.
- LED
- CD4 limfosit
- Rasio CD4/CD limfosit
- Serum mikroglobulin B2
- Hemoglobulin
V. Penatalaksanaan
Asuhan Keperawatan
I. Pengkajian.
1. Riwayat : tes HIV positif, riwayat perilaku beresiko tinggi, menggunakan obat-obat.
2. Penampilan umum : pucat, kelaparan.
3. Gejala subyektif : demam kronik, dengan atau tanpa menggigil, keringat malam hari berulang kali, lemah, lelah, anoreksia, BB menurun, nyeri, sulit tidur.
4. Psikososial : kehilangan pekerjaan dan penghasilan, perubahan pola hidup, ungkapkan perasaan takut, cemas, meringis.
5. Status mental : marah atau pasrah, depresi, ide bunuh diri, apati, withdrawl, hilang interest pada lingkungan sekitar, gangguan prooses piker, hilang memori, gangguan atensi dan konsentrasi, halusinasi dan delusi.
6. HEENT : nyeri periorbital, fotophobia, sakit kepala, edem muka, tinitus, ulser pada bibir atau mulut, mulut kering, suara berubah, disfagia, epsitaksis.
7. Neurologis :gangguan refleks pupil, nystagmus, vertigo, ketidakseimbangan , kaku kuduk, kejang, paraplegia.
8. Muskuloskletal : focal motor deifisit, lemah, tidak mampu melakukan ADL.
9. Kardiovaskuler ; takikardi, sianosis, hipotensi, edem perifer, dizziness.
10. Pernapasan : dyspnea, takipnea, sianosis, SOB, menggunakan otot Bantu pernapasan, batuk produktif atau non produktif.
11. GI : intake makan dan minum menurun, mual, muntah, BB menurun, diare, inkontinensia, perut kram, hepatosplenomegali, kuning.
12. Gu : lesi atau eksudat pada genital,
13. Integument : kering, gatal, rash atau lesi, turgor jelek, petekie positif.
II. Diagnosa keperawatan
1. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan imunosupresi, malnutrisi dan pola hidup yang beresiko.
2. Resiko tinggi infeksi (kontak pasien) berhubungan dengan infeksi HIV, adanya infeksi nonopportunisitik yang dapat ditransmisikan.
3. Intolerans aktivitas berhubungan dengan kelemahan, pertukaran oksigen, malnutrisi, kelelahan.
4. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang kurang, meningkatnya kebutuhan metabolic, dan menurunnya absorbsi zat gizi.
5. Diare berhubungan dengan infeksi GI
6. Tidak efektif koping keluarga berhubungan dengan cemas tentang keadaan yang orang dicintai.
Daftar Pustaka
Grimes, E.D, Grimes, R.M, and Hamelik, M, 1991, Infectious Diseases, Mosby Year Book, Toronto.
Christine L. Mudge-Grout, 1992, Immunologic Disorders, Mosby Year Book, St. Louis.
Rampengan dan Laurentz, 1995, Penyakit Infeksi Tropik Pada Anak, cetakan kedua, EGC, Jakarta.
Lab/UPF Ilmu Penyakit Dalam, 1994, Pedoman Diagnosis dan Terapi, RSUD Dr. Soetomo Surabaya.
Lyke, Merchant Evelyn, 1992, Assesing for Nursing Diagnosis ; A Human Needs Approach,J.B. Lippincott Company, London.
Phipps, Wilma. et al, 1991, Medical Surgical Nursing : Concepts and Clinical Practice, 4th edition, Mosby Year Book, Toronto
Doengoes, Marilynn, dkk, 2000, Rencana Asuhan Keperawatan ; Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, edisi 3, alih bahasa : I Made Kariasa dan Ni Made S, EGC, Jakarta

Askep Kanker ( Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Kanker )

 Definisi Kanker
1.      Kanker adalah penyakit yang menyerang proses dasar kehidupan sel, mengubah genom sel (komplemen genetik total sel) dan menyebabkan penyebaran liar dan pertumbuhan sel-sel.
Askep Kanker
Askep Kanker
Penyebab mutasi genom berubah dari satu atau lebih gen atau mutasi dari segmen besar dari untai DNA yang mengandung banyak gen atau kehilangan segmen kromosom besar (Guyton, 1981).
2.       Kanker bukanlah penyakit tunggal dengan satu penyebab, melainkan merupakan grup penyakit berbeda dengan penyebab yang berbeda, manifestasi, perawatan dan prognosis (Brunner).
Epidemiologi Kanker
  • Jumlah pasien kanker meningkat di Amerika, Eropa, Asia
  • Kulit hitam lebih banyak dari kulit putih
  • Vegetarian lebih sedikit dari non vegetarian
  • Faktor penyebab utama : Lingkungan, sosial
Fisik : radiasi, perlukaan/lecet
Kimia : makanan, industri, farmasi, rokok
Genetik : payudara, uterus
Virus : umumnya pada binatang
Jenis/Lokasi Kanker
1.      Payudara
2.      Kolon rektum
Kanker Paru
Kanker Paru
3.      Laring
4.      Paru
5.      Leukemia
6.      Pankreas
7.      Prostat
8.      Gaster
9.      Uterus
10.  Serviks
11.  Lain : Hodgkin’s, Thyroid dll
Penamaan Kanker
Dinamakan bedasarkan jaringan asalnya. Sarcoma berasal dari jaringan mesodermal yang terdiri dari jaringan ikat, tulang, kartilage, lemak, otot dan pembuluh darah. Osteosarcoma menunjukan kanker tulang. Carcinoma menunjukan tumor yang berasal dari jaringan epitel seperti membran mukosa dan kelenjar (termasuk didalamnya kanker payudara, ovarium, dan paru). Kanker sumsum tulang disebut dengan myeloma. Sementara kanker darah atau hemopoietik dikenal sebagai balstoma dan tumor dapat meliputi kanker lympe, eritrosit, dan sel mieloid. Leukemias menjelaskan tentang kanker yang berasal dari sel darah putih yang dapat di golongkan menjadi myeloid, lymphatik atau monositik
Peran Perawat
Promotif sampai dengan rehabilitatif
1.      Memberi dukungan  klien terhadap prosedur diagnostik
2.      Mengenali kebutuhan psiko sosial dan spiritual
3.      Memenuhi kebutuhan cairan dan nutrisi klien
4.      Memberi bantuan bagi klien yang mendapat pengobatan anti kanker/terhadap keganasan
5.      Membantu klien fase penyembuhan/rehabiltasi
6.      Membantu klien untuk tindak lanjut pengobatan
7.      Berpartisipasi dalam koleksi data penelitian/registrasi kanker
Diagnostik Kanker
1.      Riwayat keperawatan & penyakit, sosial, pemeriksaan fisik
2.      Biopsi  patologis
3.      Pemeriksaan darah, darah lengkap, thrombosit, kimia darah: elektrolit & LFT & BUN & chreatinin
4.      Imaging : foto toraks, scan-nuklir, CT-scan, MRI.
Manajemen : Pendekatan Multi Disiplin
Tindakan pengobatan : pembedahan, kemotherapi, radiasi, imunotherapi, atau kombinasi
Jenis Pembedahan :
1.      Biopsi
2.      Rekontruksi
3.      Paliatif
4.      Adjuvant
5.      Pembedahan primer otak
6.      Reseksi metastasis
7.      Profilaksis : polip
8.      Kuratif
Kemotherapi
Penggunaan obat anti kanker yang bertujuan mematikan sel kanker
Indikasi dan prinsip :
1.      Sebanyak mungkin mematikan sel kanker seminimal mungkin mengganggu sel normal
2.      Dapat digunakan untuk : pengobatan, pengendalian, paliatif
3.      Jangan diberikan jika bahaya/komplikasinya lebih besar dari manfaatnya
4.      Obat kemotherapi umumnya sangat toksik Þ teliti/cermat evaluasi kondisi pasien
Komplikasi Kemotherapi
1.  Efek samping :
-          nausea, vomiting
-          alopecia
-          rasa (pengecap) menurun
-          mucositis
2.  toksik
-          hematologik : depresi sumsum tulang, anemia
-          ginjal, hepar
Radiotherapy
  1. Menggunakan X-ray atau radiopharmaceuticals (radionuclides)
  2. Pada X-ray therapy, radiasi diberikan secara lokal untuk menghindari kerusakan jaringan sehat lainnya.
Pengkajian Keperawatan pada Asuhan Keperawatan Kanker
A.    Sistem Integumen
1.      Perhatikan : nyeri, bengkak, flebitis, ulkus
2.      Inspeksi kemerahan & gatal, eritema
3.      Perhatikan pigmentasi kulit
4.      Kondisi gusi, gigi, mukosa & lidah
B.     Sistem Gastrointestinal
1.      Kaji frekwensi, mulai, durasi, berat ringannya mual & muntah setelah pemberian kemotherapi
2.      Observasi perubahan keseimbangan cairan & elektrolit
3.      Kaji diare & konstipasi
4.      Kaji anoreksia
5.      Kaji : jaundice, nyeri abdomen kuadran atas kanan
C.     Sistem Hematopoetik
1.      Kaji Netropenia
a.  Kaji tanda infeksi
b.  Auskultasi paru
c.  Perhatikan batuk produktif & nafas dispnoe
d.  Kaji suhu
2.      Kaji Trombositopenia : < 50.000/m3 – menengah, < 20.000/m3 – berat
3.      Kaji Anemia
a.  Warna kulit, capilarry refill
b.  Dispnoe, lemah, palpitasi, vertigo
D.    Sistem Respiratorik & Kardiovaskular
1.      Kaji terhadap fibrosis paru yang ditandai : Dispnoe, kering, batuk non produktif – terutama bleomisin
2.      Kaji tanda CHF
3.      Lakukan pemeriksaan EKG
E.     Sistem Neuromuskular
1.      Perhatikan adanya perubahan aktifitas motorik
2.      Perhatikan adanya parestesia
3.      Evaluasi refleks
4.      Kaji ataksia, lemah, menyeret kaki
5.      Kaji gangguan pendengaran
6.      Diskusikan ADL
F.      Sistem Genitourinari
1.      Kaji frekwensi BAK
2.      Perhatikan bau, warna, kekeruhan urine
3.      Kaji : hematuria, oliguria, anuria
4.      Monitor BUN, kreatinin
Diagnosa Keperawatan pada Asuhan Keperawatan Kanker
1.      Resiko terjadi infeksi berhubungan dengan netropenia
2.      Resiko perlukaan berhubungan dengan trombositopenia
3.      Resiko gangguan Perfusi Jaringan
4.      Resiko Gangguan Keseimbangan Cairan
5.      Resiko Gangguan Integritas Mukosa Mulut
6.      Resiko Gangguan Rasa Nyaman akibat Stomatitis
7.      Resiko Gangguan komunikasi verbal akibat nyeri di mulut
8.      Resiko Gangguan Integritas Kulit Perineum akibat diare
9.      Resiko Gangguan Citra Diri akibat Alopesia
10.  Resiko Disfungsi Seksual akibat Kemoterapi
Intervensi Keperawatan pada Asuhan Keperawatan Kanker
Diagnosa 1. Resiko terjadi infeksi berhubungan dengan netropenia
  1. Kaji resiko yang dapat terjadi akibat depresi sistem imun:
  2. Jenis, dosis, cara pemberian kemoterapi
  3. Stressor yang sedang dialami klien dan kemampuan koping yang dimiliki
  4. Kebiasaan kebersihan diri
  5. Pola tidur
  6. Pola makan
  7. Pola eliminasi
  8. Riwayat & pemeriksaan fisik
  9. Tanda-tanda infeksi: demam, adanya nyeri menelan, nyeri saat eliminasi, adanya exudat
  10. Tanda perdarahan: pusing, adanya perdarahan
  11. Tanda anemia: pucat, lemah, sesak nafas saat aktifitas
  12. Fungsi pernafasan & suara nafas
  13. Laboratorium: DPL
  14. Lakukan tindakan khusus jika angka neutrofil <500/mm3
  15. Lindungi klien dari terpaparnya bakteri
  16. Tempatkan klien di ruang isolasi
  17. Pasang papan pengumuman di pintu masuk ruang isolasi klien yang menginformasikan: pengunjung harus cuci tangan sebelum masuk, pengunjung yang FLU dilarang masuk dan DILARANG membawa buah, bunga atau sayuran segar ke ruangan klien
  18. Pasang papan pengumuman yang menginformasikan TIDAK BOLEH menginjeksi per-IM dan mengukur suhu per-rektum
  19. Rencanakan program kebersihan mulut, mandi sehari sekali, dan kebersihan area perineum dalam kegiatan perawatan klien
  20. Kaji tempat penusukan infus, ganti balutan dengan teknik aseptik 2 hari sekali atau apabila ada tanda-tanda plebitis
  21. Hindari tindakan invasif (jika memungkinkan)
  22. Cuci tangan sebelum merawat klien, tidak menempatkan petugas kesehatan yang FLU (atau infeksi lain) atau yang merawat klien yang terinfeksi di ruang isolasi
  23. Lakukan tindakan khusus jika angka neutrofil <500/mm3
  24. Kaji terus menerus adanya infeksi pada klien
  25. Monitor tanda vital terutama pada peningkatan temperatur
  26. Monitor angka lab neutrofil
  27. Kaji tanda infeksi seperti kemerahan, adanya peradangan di area tertentu (mukosa mulut, tempat bekas penusukan suntik/infus, dll)
  28. Monitor perubahan warna urin, sputum & feses
Diagnosa 2. Resiko perlukaan berhubungan dengan trombositopenia
  1. Lakukan tindakan khusus jika trombosit menurun / meningkat
  2. Cegah klien dari trauma dan resiko perdarahan
  3. Pasang tanda “Dilarang”  injeksi per IM dan pemberian obat aspirin
  4. Minimalkan penusukan vena atau tekan bekas penusukan minimal 5 menit
  5. Ajarkan cara sikat gigi dengan sikat gigi lembut, hindari penggunaan dental floss
  6. Pasang pembatas tempat tidur
  7. Cegah konstipasi dengan pemberian cairan minimal 3 L/hari
Monitor terjadinya perdarahan
  1. Kaji tanda infeksi dini: petekie, ekimosis, epistaksis, darah di feses, urin, dan muntahan
  2. Perubahan tekanan darah ortostatik >10 mmHg atau nadi >100/mnt
  3. Monitor hematokrit & trombosit
Lapor dokter jika ada tanda perdarahan
Diskusikan tanda & gejala infeksi yang terjadi ke dokter yang bertanggung jawab, kolaborasi perlu tidaknya dilakukan pemeriksaan kultur, pemberian antipiretik & antibiotik
Diagnosa 3. Resiko gangguan Perfusi Jaringan
  1. Kaji tanda dan gejala anemia
  2. Hematokrit: 31-37% (anemia ringan), 25-30% (anemia sedang), <25%>
  3. Tanda anemia ringan: pucat, lemah, sesak ringan, palpitasi, berkeringat dingin; anemia sedang: meningkat tingkat keparahan tanda dari anemia ringan; tanda anemia berat: sakit kepala, pusing, nyeri dada, sesak saat istirahat, dan takikardi)
  4. Anjurkan klien untuk merubah posisi secara bertahap, dari tidur ke duduk, dari duduk ke berdiri.
  5. Anjurkan latihan nafas dalam selama perubahan posisi.
  6. Kaji respon pemberian transfusi, menjadi lebih baik atau tetap.
  7. Kaji pula perubahan hematokrit setelah transfusi
  8. Kaji adanya ketidak mampuan melakukan aktifitas, dan kebutuhan klien akan Oksigen
  9. Kolaborasikan ke gizi & anjurkan klien untuk mendapatkan diet tinggi Fe (zat besi)
  10. Intervensi Keperawatan pada Dx Resiko Ketidakmampuan melakukan aktifitas akibat anemia
  11. Anjurkan klien untuk meningkatkan frekuensi & kualitas istirahat & buatkan daftar aktifitas-istirahat
  12. Anjurkan klien untuk mengkonsumsi diet tinggi zat besi seperti hati, telur, daging, wortel dan kismis
Diagnosa 4. Resiko Gangguan Keseimbangan Cairan
  1. Anjurkan klien untuk minum 3L/hari
  2. Monitor intake-output tiap 4 jam
  3. Kaji frekuensi, konsistensi & volume diare/muntah
  4. Kaji turgor kulit, kelembaban mukosa
  5. Beri obat antidiare/antimuntah sesuai program
  6. Rawat area kulit perineum dengan salep betametasone atau Zinc
  7. Beri cairan rehidrasi (cairan fisiologis) per-infus sesuai program
Diagnosa  5. Resiko Gangguan Integritas Mukosa Mulut
  1. Kaji & catat kondisi mukosa mulut (lidah, bibir, dinding & langit-langit mulut) & kaji adanya stomatitis tiap shift. Ajarkan pada klien cara mendeteksi dini adanya stomatitis
  2. Kaji kenyamanan & kemampuan untuk makan & minum
  3. Kaji status nutrisi klien
  4. Anjurkan & ajarkan klien membersihkan mulut (kumur-kumur) tiap 2 jam
  5. Gunakan cairan fisiologis, atau campuran cairan fisiologis dan BicNat (1 sdt dicampur 800 cc air) tiap 4 jam atau,
  6. Gunakan larutan H2O2 dg perbandingan 1 : 4, atau
  7. Obat kumur Listerine
  8. Anjurkan & ajarkan sikat gigi dan menggunakan dental floss, & tidak dilakukan jika leukosit <1500/mm3>
  9. Anjurkan & jelaskan klien untuk melepas gigi palsu saat kumur-kumur & saat sedang iritasi mukosa
  10. Anjurkan & ajarkan klien untuk melembabkan mulut dengan cara banyak minum dan menggunakan pelembab bibir
  11. Hindarkan makanan yang merangsang (pedas, panas & asam) & jelaskan pada klien
Diagnosa 6. Resiko Gangguan Rasa Nyaman akibat Stomatitis
  1. Berikan (kolaborasi) obat kumur yang mengandung xylocain 2% 10-15 cc per kumur dilakukan tiap 3 jam
  2. Kolaborasikan perlunya pemberian analgesic sedang-kuat per parenteral (mis. Morphin)
Diagnosa 7. Resiko Gangguan komunikasi verbal akibat nyeri di mulut
  1. Kaji kemampuan komunikasi klien
  2. Kaji adanya sekret yang kental yang sulit untuk dikeluarkan, anjurkan minum hangat
  3. Sediakan alat komunikasi yang lain seperti papan tulis atau buku jika klien tidak dapat berkomunikasi verbal
  4. Responsif terhadap bel panggilan dari klien
Diagnosa 8. Resiko Gangguan Integritas Kulit Perineum akibat diare
  1. Kaji area kulit perineum
  2. Anjurkan untuk membersihkan menggunakan sabun lembut saat membilas sesudah bab
  3. Oleskan anastetik topikal K/P
  4. Gunakan pampers untuk menjaga keringnya area perineum
  5. Intervensi Keperawatan pada Dx Resiko Terjadi Nefrotoksik akibat Kemoterapi
  6. Hidrasi dengan cairan fisiologis 100-150cc/jam atau sampai cairan urin bening
  7. Diuresis dengan furosemid sesuai dg program
  8. Ukur pH urin (pH > 7)
  9. Cegah dehidrasi dan muntah yang masif
  10. Hidrasi pasca kemoterapi minimal 3L/hari
  11. Monitor hasil lab ureum, creatinin
Diagnosa 9. Resiko Gangguan Citra Diri akibat Alopesia
  1. Kaji resiko terjadi alopesia, obat kemoterapi yang digunakan
  2. Jelaskan penyebab dari alopesia dan dampak yang terjadi, yaitu alopesia terjadi sejenak, dapat tumbuh rambut yang baru
  3. Anjurkan klien menceritakan perasaannya
  4. Anjurakan klien mencukur rambutnya yang panjang
  5. Anjurkan klien mencoba memakai kerudung, wig, topi atau selendang
  6. Ikutkan klien pada kegiatan pasien alopesia di RS
  7. Ajarkan cara perawatan kulit kepala dengan menggunakan sampoo baby, “sun cream”, dll
  8. Jika terjadi kerontokan alis & bulu mata, gunakan kacamata hitam & topi jika bepergian
Diagnosa 10. Resiko Disfungsi Seksual akibat Kemoterapi
  1. Bina rasa saling percaya
  2. Kaji pengetahuan klien tentang efek penyakit dan pengobatannya pa da fungsi seksual
  3. Ciptakan lingkungan yang nyaman untuk mendiskusikan masalah klien
  4. Mendiskusikan strategi menghadapi disfungsi seksual
  5. Alternatif pengekspresian seksual
  6. Alternatif posisi yang meminimalkan nyeri
  7. Melakukan aktifitas seksual saat kondisi tubuh fit
  8. Membantu mengetahui perasaan seksual dirinya dan pasangannya
  9. Penjelasan dampak kemoterapi pada fungsi seksual
  10. Mendiskusikan alternatif pola dalam keluarga
  11. Mengajak orangtua klien untuk merawat anaknya
  12. Menganjurkan klien yang sulit punya anak untuk adopsi